TjatKi (catatan kaki masa kini)

...banyak hal dapat diungkapkan, melalui catatan kaki ini apapun dapat di bahas bersama
demi kemajuan bangsa ke arah yang lebih baik...

Pendahuluan 

Dunia kehutanan Indonesia menghadapi permasalahan yang sangat berat akhir-akhir ini. Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan kejahatan kehutanan yang berupa pencurian maupun perdagangan satwa dan tanaman langka yang dilindungi, pelanggaran prinsip-prinsip konservasi dan kelestarian dalam penetapan kebijakan kehutanan, perambahan dan okupasi kawasan hutan oleh masyarakat, pencurian kayu dan perdagangan tidak sah, pemberian maupun penyalahgunaan ijin-ijin kehutanan, dan lain-lain.

Diantara beragam kejahatan kehutanan tersebut, maka pencurian kayu atau illegal logging merupakan kejahatan kehutanan yang terbesar dan telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Pencurian kayu atau Illegal logging hampir terjadi di seluruh kawasan hutan, tidak hanya pada kawasan hutan produksi saja tetapi juga telah memasuki hutan di kawasan konservasi dan hutan lindung. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi maka pada akhirnya nanti mungkin hutan yang tersisa hanyalah pada kawasan yang mempunyai topografi yang sangat berat.

Permasalahan illegal logging masih menjadi topik hangat sampai saat ini seiring dengan gencarnya operasi pengamanan terpadu dalam memberantas illegal logging yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Polri dan aparat terkait. Beberapa orang yang meliputi cukong dan pekerja kayunya berhasil ditangkap dan dijadikan tersangka. Walaupun demikian, sampai saat ini usaha penanganan illegal logging masih dianggap tidak memberikan hasil yang signifikan. Ketidakefektifan ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya sistem monitoring serta penanganan data dan informasi kasus illegal logging secara efektif dan efisien. Ketidakefektifan penanganan masalah ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap beratnya dampak yang diakibatkan dan konstelasi permasalahan yang dihadapi.

Penanganan kejahatan kehutanan pencurian kayu atau illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan berbagai pihak. Kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dan melibatkan para penebang liar, tetapi juga para penjual kayunya, pemilik sawmill illegal, pemodal, oknum pejabat yang memanipulasi perijinan, oknum aparat yang menjadi “backing, maupun oknum penegak hukum yang menerima suap.

Melihat pada keterlibatan berbagai pihak dengan jalinan kerjasama yang saling menguntungkan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan kehutanan, terutama pencurian kayu telah sampai pada tingkatan “kejahatan terorganisasi”. Akibatnya adalah 3,6 juta hektar hutan hilang setiap tahunnya. Walaupun demikian, karena dampak negatifnya belum menyentuh kepentingan individu, maka sangat jarang dari pihak anggota masyarakat yang melakukan pengaduan kasus tindak pidana kejahatan kehutanan.

Dampak negatif akibat illegal logging sebenarnya tidak hanya kerusakan hutan saja, karena dari beberapa studi yang dilakukan oleh WWF/ITTO dan berbagai pihak lain diketahui bahwa kegiatan ekonomi lokal di sekitar hutan telah mengalami perubahan struktural yang mengkhawatirkan. Perubahan aktivitas ekonomi lokal tersebut menjalar pada rusaknya tatanan bisnis perkayuan yang legal. Di sisi lain terjadi pula perubahan norma-norma budaya masyarakat lokal akibat diintrodusir oleh norma-norma baru yang diperkenalkan oleh para cukong atau pemodal.

Melihat kompleksitas permasalahan dan berkaca pada operasi yustisi yang telah banyak dilakukan selama ini terbukti tidak efektif dalam menanggulanginya, maka kejahatan kehutanan harus ditangani dari setiap sudut yang mungkin, dengan berbagai pendekatan yang mungkin, dan harus ditangani secara bersama-sama oleh berbagai pihak. Alternatifnya adalah penanggulangan yang sistemik, multidimensional, sinergis dan simultan. Dengan demikian maka koordinasi dan kerjasama berbagai pihak sangat perlu untuk dibangun.

Sistem Informasi Pelacakan Kasus-Kasus Illegal Logging dan Tindak Kejahatan Kehutanan menempati posisi penting karena diharapkan fungsinya sebagai basis informasi legal dan penentu tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan kehutanan tersebut. Di samping itu, database dalam sistem informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai basis pelayanan informasi publik dan pengetahuan empirik guna menetapkan tindakan pendukung seperti kampanye, peningkatan kapasitas SDM aparat, dan penyuluhan bagi masyarakat.

Permasalahan

Selama ini berbagai inisiatif oleh berbagai pihak telah banyak dilakukan, dan berbagai teknologi penunjang telah pula dikembangkan, tetapi kegiatan monitoring kejahatan kehutanan masih bersifat sporadis, individual/institusional, sehingga data dan informasi berada dalam “kekuasaan” masing-masing inisiator. Di sisi lain, sistem manajemen data dan informasi tindak kejahatan kehutanan tersebut dapat dikatakan masih lemah, sehingga informasi tetap terpencar, tidak sistematik, dan tidak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk tujuan penanggulangan illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya.

Permasalahan lain yang sangat mendasar adalah belum adanya kejelasan tentang siapa yang harus mengelola pusat data dan informasi tersebut dan siapa yang berhak menentukan tingkat pemanfaatan informasi, baik sebagai bahan represi maupun sebagai bahan penyusunan langkah-langkah penanggulangan illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan.

Sampai saat ini informasi kejahatan kehutanan belum dapat dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan peningkatan kapasitas publik, baik melalui kampanye, pendidikan/pelatihan, maupun penggalangan kekuatan-kekuatan sosial untuk pengawalan kasus yustisi maupun aktivitas lain dalam rangka gerakan anti illegal logging. Hal tersebut diakibatkan oleh karena informasi kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya banyak dipunyai oleh berbagai institusi baik pemerintah maupun non pemerintah, tetapi sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan belum ada usaha untuk menjadikannya sebagai suatu jaringan sistem informasi yang terintegrasi. Sebenarnya jika program monitoring sudah dapat berjalan dengan baik, pemanfaatannya dapat mencakup kegiatan pelacakan kasus-kasus atau case tracking, yang sangat diperlukan untuk membangun akuntabilitas publik dan sekaligus memacu kesadaran hukum di kalangan masyarakat.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian dalam pengembangan sistem informasi dan database ini adalah kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya yang terjadi di taman nasional. Walaupun demikian pemanfaatan database ini dapat dimungkinkan untuk pengguna yang lebih luas.

Tujuan dan Manfaat

Pembuatan database pelacakan kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan di taman nasional ini ditujukan untuk :
1. Membantu pihak balai taman nasional dalam hal pengelolaan data dan informasi kasus-kasus kejahatan kehutanan secara lebih efektif.
2. Mempermudah pihak taman nasional dalam memonitor kasus-kasus kejahatan kehutanan yang telah terjadi, berikut perkembangan kasusnya.
3. Meningkatkan kapasitas individu dan organisasi balai taman nasional dalam menanggulangi illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya melalui pendekatan manajemen data dan informasi.
4. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan dan tindakan dalam penanggulangan illegal logging dan kejahatan kehutanan

Manfaat yang dapat diharapkan dari pengembangan aplikasi sistem database ini adalah terbangunnya mekanisme investigasi yang lebih baik, pengelolaan data dan informasi yang efektif dan efisien, serta terbentuknya jalinan koordinasi dan komunikasi intensif diantara berbagai pihak melalui proses updating dan pertukaran data dan informasi.

Upaya yang Pernah Dilakukan

Penggunaan Database dan atau Sistem Informasi secara khusus untuk kepentingan penanganan illegal logging belum banyak dilakukan selama ini. Grandalsky (2002) telah melakukan studi mengenai illegal logging dan penilaian penegakan hukum bidang kehutanan di Kamboja dan Indonesia menggunakan pendekatan sistem informasi. Hasil analisis sistem mengungkapkan beberapa permasalahan mendasar yang mengakibatkan penegakan hukum untuk illegal logging tidak efektif, salah satunya adalah kesenjangan struktur dan standardisasi dalam deteksi kejahatan hutan, monitoring, pelaporan, dan sistem pelacakan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional.

Grandalsky (2002) selanjutnya mengembangkan program monitoring dan pelaporan kejahatan kehutanan yang dinamakan Forest Law Enforcement Information Management System (FLEIMS), yang meliputi monitoring terstruktur dan program pengawasan untuk proses yang sistematis dalam pelaporan, pencatatan, penelusuran, dan pengelolaan data kejahatan kehutanan dari awal kasus sampai penyelesaian akhir. Dalam konsep ini, entitas-entitas yang terlibat dalam FLEIMS terdiri dari LSM, pemerintah pusat, pemerintah daerah, polisi, TNI Angkatan Laut, dan para pemegang HPH/HTI.

Kelembagaan sistem informasi direkomendasikan untuk disusun di tingkat pemerintah pusat dan daerah dan merupakan organisasi yang independen untuk mengelola sistem dan personal. Alat yang digunakan untuk mengelola data dan informasi secara sistematis adalah program database “Case Tracking System” menggunakan Microsoft Acces. Aliran data dan informasi serta distribusinya diharapkan mengalir antar entitas melalui suatu standar mekanisme pelaporan, prosedur, kontrol, keamanan data, dan perencanaan, yang dibuat oleh suatu komisi kerja yang terdiri dari para entitas tersebut.


Oleh : Kristanto Adiwibowo
segala tentang sistem informasi manajemen.....
visit : http://www.sim.kuliahbersama.com



Categories:

0 Response for the "Peranan Sistem Informasi Pelacakan Kasus Kejahatan Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging"

Posting Komentar

masukan komentar anda demi kemajuan bersama....