TjatKi (catatan kaki masa kini)

...banyak hal dapat diungkapkan, melalui catatan kaki ini apapun dapat di bahas bersama
demi kemajuan bangsa ke arah yang lebih baik...

Pendahuluan 

Dunia kehutanan Indonesia menghadapi permasalahan yang sangat berat akhir-akhir ini. Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan kejahatan kehutanan yang berupa pencurian maupun perdagangan satwa dan tanaman langka yang dilindungi, pelanggaran prinsip-prinsip konservasi dan kelestarian dalam penetapan kebijakan kehutanan, perambahan dan okupasi kawasan hutan oleh masyarakat, pencurian kayu dan perdagangan tidak sah, pemberian maupun penyalahgunaan ijin-ijin kehutanan, dan lain-lain.

Diantara beragam kejahatan kehutanan tersebut, maka pencurian kayu atau illegal logging merupakan kejahatan kehutanan yang terbesar dan telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Pencurian kayu atau Illegal logging hampir terjadi di seluruh kawasan hutan, tidak hanya pada kawasan hutan produksi saja tetapi juga telah memasuki hutan di kawasan konservasi dan hutan lindung. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi maka pada akhirnya nanti mungkin hutan yang tersisa hanyalah pada kawasan yang mempunyai topografi yang sangat berat.

Permasalahan illegal logging masih menjadi topik hangat sampai saat ini seiring dengan gencarnya operasi pengamanan terpadu dalam memberantas illegal logging yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Polri dan aparat terkait. Beberapa orang yang meliputi cukong dan pekerja kayunya berhasil ditangkap dan dijadikan tersangka. Walaupun demikian, sampai saat ini usaha penanganan illegal logging masih dianggap tidak memberikan hasil yang signifikan. Ketidakefektifan ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya sistem monitoring serta penanganan data dan informasi kasus illegal logging secara efektif dan efisien. Ketidakefektifan penanganan masalah ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap beratnya dampak yang diakibatkan dan konstelasi permasalahan yang dihadapi.

Penanganan kejahatan kehutanan pencurian kayu atau illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan berbagai pihak. Kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dan melibatkan para penebang liar, tetapi juga para penjual kayunya, pemilik sawmill illegal, pemodal, oknum pejabat yang memanipulasi perijinan, oknum aparat yang menjadi “backing, maupun oknum penegak hukum yang menerima suap.

Melihat pada keterlibatan berbagai pihak dengan jalinan kerjasama yang saling menguntungkan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan kehutanan, terutama pencurian kayu telah sampai pada tingkatan “kejahatan terorganisasi”. Akibatnya adalah 3,6 juta hektar hutan hilang setiap tahunnya. Walaupun demikian, karena dampak negatifnya belum menyentuh kepentingan individu, maka sangat jarang dari pihak anggota masyarakat yang melakukan pengaduan kasus tindak pidana kejahatan kehutanan.

Dampak negatif akibat illegal logging sebenarnya tidak hanya kerusakan hutan saja, karena dari beberapa studi yang dilakukan oleh WWF/ITTO dan berbagai pihak lain diketahui bahwa kegiatan ekonomi lokal di sekitar hutan telah mengalami perubahan struktural yang mengkhawatirkan. Perubahan aktivitas ekonomi lokal tersebut menjalar pada rusaknya tatanan bisnis perkayuan yang legal. Di sisi lain terjadi pula perubahan norma-norma budaya masyarakat lokal akibat diintrodusir oleh norma-norma baru yang diperkenalkan oleh para cukong atau pemodal.

Melihat kompleksitas permasalahan dan berkaca pada operasi yustisi yang telah banyak dilakukan selama ini terbukti tidak efektif dalam menanggulanginya, maka kejahatan kehutanan harus ditangani dari setiap sudut yang mungkin, dengan berbagai pendekatan yang mungkin, dan harus ditangani secara bersama-sama oleh berbagai pihak. Alternatifnya adalah penanggulangan yang sistemik, multidimensional, sinergis dan simultan. Dengan demikian maka koordinasi dan kerjasama berbagai pihak sangat perlu untuk dibangun.

Sistem Informasi Pelacakan Kasus-Kasus Illegal Logging dan Tindak Kejahatan Kehutanan menempati posisi penting karena diharapkan fungsinya sebagai basis informasi legal dan penentu tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan kehutanan tersebut. Di samping itu, database dalam sistem informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai basis pelayanan informasi publik dan pengetahuan empirik guna menetapkan tindakan pendukung seperti kampanye, peningkatan kapasitas SDM aparat, dan penyuluhan bagi masyarakat.

Permasalahan

Selama ini berbagai inisiatif oleh berbagai pihak telah banyak dilakukan, dan berbagai teknologi penunjang telah pula dikembangkan, tetapi kegiatan monitoring kejahatan kehutanan masih bersifat sporadis, individual/institusional, sehingga data dan informasi berada dalam “kekuasaan” masing-masing inisiator. Di sisi lain, sistem manajemen data dan informasi tindak kejahatan kehutanan tersebut dapat dikatakan masih lemah, sehingga informasi tetap terpencar, tidak sistematik, dan tidak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk tujuan penanggulangan illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya.

Permasalahan lain yang sangat mendasar adalah belum adanya kejelasan tentang siapa yang harus mengelola pusat data dan informasi tersebut dan siapa yang berhak menentukan tingkat pemanfaatan informasi, baik sebagai bahan represi maupun sebagai bahan penyusunan langkah-langkah penanggulangan illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan.

Sampai saat ini informasi kejahatan kehutanan belum dapat dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan peningkatan kapasitas publik, baik melalui kampanye, pendidikan/pelatihan, maupun penggalangan kekuatan-kekuatan sosial untuk pengawalan kasus yustisi maupun aktivitas lain dalam rangka gerakan anti illegal logging. Hal tersebut diakibatkan oleh karena informasi kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya banyak dipunyai oleh berbagai institusi baik pemerintah maupun non pemerintah, tetapi sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan belum ada usaha untuk menjadikannya sebagai suatu jaringan sistem informasi yang terintegrasi. Sebenarnya jika program monitoring sudah dapat berjalan dengan baik, pemanfaatannya dapat mencakup kegiatan pelacakan kasus-kasus atau case tracking, yang sangat diperlukan untuk membangun akuntabilitas publik dan sekaligus memacu kesadaran hukum di kalangan masyarakat.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian dalam pengembangan sistem informasi dan database ini adalah kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya yang terjadi di taman nasional. Walaupun demikian pemanfaatan database ini dapat dimungkinkan untuk pengguna yang lebih luas.

Tujuan dan Manfaat

Pembuatan database pelacakan kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan di taman nasional ini ditujukan untuk :
1. Membantu pihak balai taman nasional dalam hal pengelolaan data dan informasi kasus-kasus kejahatan kehutanan secara lebih efektif.
2. Mempermudah pihak taman nasional dalam memonitor kasus-kasus kejahatan kehutanan yang telah terjadi, berikut perkembangan kasusnya.
3. Meningkatkan kapasitas individu dan organisasi balai taman nasional dalam menanggulangi illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya melalui pendekatan manajemen data dan informasi.
4. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan dan tindakan dalam penanggulangan illegal logging dan kejahatan kehutanan

Manfaat yang dapat diharapkan dari pengembangan aplikasi sistem database ini adalah terbangunnya mekanisme investigasi yang lebih baik, pengelolaan data dan informasi yang efektif dan efisien, serta terbentuknya jalinan koordinasi dan komunikasi intensif diantara berbagai pihak melalui proses updating dan pertukaran data dan informasi.

Upaya yang Pernah Dilakukan

Penggunaan Database dan atau Sistem Informasi secara khusus untuk kepentingan penanganan illegal logging belum banyak dilakukan selama ini. Grandalsky (2002) telah melakukan studi mengenai illegal logging dan penilaian penegakan hukum bidang kehutanan di Kamboja dan Indonesia menggunakan pendekatan sistem informasi. Hasil analisis sistem mengungkapkan beberapa permasalahan mendasar yang mengakibatkan penegakan hukum untuk illegal logging tidak efektif, salah satunya adalah kesenjangan struktur dan standardisasi dalam deteksi kejahatan hutan, monitoring, pelaporan, dan sistem pelacakan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional.

Grandalsky (2002) selanjutnya mengembangkan program monitoring dan pelaporan kejahatan kehutanan yang dinamakan Forest Law Enforcement Information Management System (FLEIMS), yang meliputi monitoring terstruktur dan program pengawasan untuk proses yang sistematis dalam pelaporan, pencatatan, penelusuran, dan pengelolaan data kejahatan kehutanan dari awal kasus sampai penyelesaian akhir. Dalam konsep ini, entitas-entitas yang terlibat dalam FLEIMS terdiri dari LSM, pemerintah pusat, pemerintah daerah, polisi, TNI Angkatan Laut, dan para pemegang HPH/HTI.

Kelembagaan sistem informasi direkomendasikan untuk disusun di tingkat pemerintah pusat dan daerah dan merupakan organisasi yang independen untuk mengelola sistem dan personal. Alat yang digunakan untuk mengelola data dan informasi secara sistematis adalah program database “Case Tracking System” menggunakan Microsoft Acces. Aliran data dan informasi serta distribusinya diharapkan mengalir antar entitas melalui suatu standar mekanisme pelaporan, prosedur, kontrol, keamanan data, dan perencanaan, yang dibuat oleh suatu komisi kerja yang terdiri dari para entitas tersebut.


Oleh : Kristanto Adiwibowo
segala tentang sistem informasi manajemen.....
visit : http://www.sim.kuliahbersama.com



Memang tidak di semua lembaga baik itu pemerintah maupun perusahaan swasta, pemanfaatan sistem informasi yang terdiri dari teknologi perangkat keras, perangkat lunak, metode sistem dan sumber daya manusia, masih banyak mengalami hambatan karena lembaga atau perusahaan belum memiliki semangat transparansi dan makin merebaknya korupsi di semua lini.

Jika penerapan teknologi informasi hanya sebagai tools untuk membantu pekerjaan misalnya mengetik dan menghitung, hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Namun ketika memasuki wilayah sebuah sistem yang serba online, terintegrasi dan transparan yang tentunya terbatas untuk internal organisasi, upaya tersebut membuat banyak pihak gerah.

Mengapa kegerahan itu muncul? Karena jika tanpa sistem informasi yang transparan dan terintegrasi, sebelumnya ada peluang besar untuk memanipulasi berbagai data, dari mengubah data riil sampai dapat membuat kuitansi sendiri. Juga hilangnya peluang karena dengan IT tidak ada lagi kesempatan untuk menunda pekerjaan.

Sebelumnya dengan menunda pekerjaan, siapa yang mau cepat dilayani harus ada "fee" terlebih dahulu. Wujud kegerahan yang sebenarnya merupakan penolakan bisa dengan macam-macam alasan, SDM tidak siap, biaya yang mahal (padahal belum dihitung cost and benefit-nya), "organization politicking", hingga yang ekstrem ke sabotase sistem internal. Walaupun bukan sebagai faktor tunggal dalam kegagalan, kendala-kendala seperti itu tidak jarang membuat sebuah proyek sistem informasi gagal di tengah jalan dan dicap tidak pernah selesai.

Para developer sistem yang tidak mengenal medan dan belantara keruwetan faktor "X" klien menjadi frustrasi dan rugi, pihak user pun rugi waktu dan biaya. Uniknya, kegagalan sistem sering mendatangkan "peluang" bagi oknum internal organisasi, karena akan ada proyek baru lagi yang bisa mendatangkan "keuntungan" baru dari negosiasi awal hingga implementasi.

Jika diteliti lebih dalam, lembaga atau perusahaan yang akhirnya berhasil menerapkan sistem informasi secara terintegrasi pasti mempunyai pengalaman buruk berupa kerugian hilangnya waktu dan biaya dari berbagai kasus sebelumnya. Memang kendala penolakan sistem tidak selalu berasal dari resistensi oknum-oknum di dalam organisasi yang kehilangan "peluang", tetapi para pemimpin organisasi sangat harus siap membersihkan faktor non teknis ini sebelum bermimpi punya sistem yang terintegrasi dan transparan.

Sistem Informasi Manajemen Nasional Indonesia

Jika ditilik ke belakang, keberadaan komputer di bumi Indonesia sudah ada sejak Mei tahun 1937 yang dioperasikan oleh Staat Spoorwagens, pengelola kereta api kolonial Belanda pada waktu itu. Tahun '60 hingga '70 an pun banyak tenaga asing seperti Singapura dan Malaysia yang belajar komputer di Indonesia untuk aplikasi perminyakan dan perbankan.
Di lingkup ASEAN tahun 1979-1981 Indonesia pernah menjadi Presiden South East Asia Regional Computer Confederation (SEARCC). Dalam jangka waktu setelah 30 tahun, sekarang keadaan begitu berbalik, kita di Indonesia harus bersusah payah untuk belajar sistem informasi ke negeri jiran.
Tragisnya lagi, sebuah perusahaan telekomunikasi nasional Indonesia yang tergolong pelopor memajukan teknologi informasi komunikasi kini kepemilikannya berada di tangan asing. Artinya, perkembangan sistem informasi di Indonesia dalam lingkup nasional saat ini justru mengalami kemunduran.

Dari sisi government leadership, simak saja berbagai badan, dewan, komite dan tim (lihat daftar) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden pun belum menunjukkan kinerja manfaat sistem informasi yang makin mensejahterakan publik.

Kepmen Menpan no 11 tahun 1969 tentang pembentukan Badan Kerjasama Otomatisasi Administrasi Negara (BAKOTAN)
Kepmen Menpan No 125 tahun 1989 tentang Team Pengembangan dan Pendayagunaan Sistem Informasi Manajemen Nasional
Keppres Nomor 186 Tahun 1998 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia
Keppres No 50 tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia
Inpres no 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia
Keppres No 9 tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia
Keppres No 20 tahun 2006 tentang Dewan Teknologi Informasi Komunikasi Nasional

Berbagai keputusan yang dibuat pemerintah untuk menggerakkan teknologi informasi komunikasi.

Belum selesai sampai di situ, di era akhir '90 an kita mulai mengenal istilah e-government yang oleh banyak pihak hingga saat ini masih hanya diartikan situs lembaga pemerintah di Internet. Padahal e-government yang sebenarnya sarat sekali dengan integrasi data dan informasi lintas sektoral karena teknologi informasi komunikasi bukan hanya sebagai tools, melainkan sudah pada tingkat sebagai enabler bagi penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang transparan.

Pemerintah di tingkat pusat sampai ke daerah sebenarnya harus menjadi lokomotif bahwa di tengah keterbatasan yang dimiliki, sistem informasi berbasis teknologi harus dapat menjadi daya dorong peningkatan efisiensi nasional dan regional. Di samping efisiensi, sistem informasi adalah jalur cepat meningkatkan layanan publik dan membentuk good governance yang tidak terbatas hanya pada membangun citra (image) tapi dapat terasa langsung manfaatnya di masyarakat.

Walaupun pasti harus melalui rintangan yang sangat berat, keberhasilan implementasi sistem informasi yang terintegrasi dan transparan paling tidak dapat mengurangi peluang terjadinya penyelewengan. Bukankah penyelewengan ada karena juga akibat kelemahan sebuah sistem yang memberi celah untuk itu.

Masih banyak tantangan ke depan dalam konteks ini, yaitu penyelewengan dalam organisasi yang telah menerapkan sistem informasi berbasis teknologi. Marilah kita lewati rintangan demi rintangan yang ada. (LENDY WIDAYANA, Managing Partner .IDD Research and Documentary)

segala tentang sistem informasi manajemen.....
visit : http://www.sim.kuliahbersama.com



Sumber daya manusia merupakan salah satu aset organisasi yang menjadi tulang punggung suatu organisasi dalam menjalankan aktivitasnya dan sangat berpengaruh terhadap kinerja dan kemajuan organisasi. Teknologi informasi sebagai alat bantu untuk memudahkan pengelolaan suatu sumberdaya yang dimiliki oleh suatu organisasi. Organisasi pemerintah memiliki jumlah pegawai yang relatif besar, terdiri dari banyak eselon, jenjang jabatan yang bertingkat-tingkat dan terdistribusi dalam berbagai dinas. Banyak sekali aspek yang tercakup dalam hal kepegawaian yang harus diperhatikan, dimulai dari saat pegawai diterima, jenjang karir, pendidikan, mutasi, kesejahteraan hingga masa pensiun. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperlukan sistem informasi personalia daerah yang dapat memenuhi kebutuhan proses / analisa dan informasi kepegawaian. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dihindari lagi untuk menuju good governance serta mempercepat penyelenggaraan otonomi daerah. 
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat pada saat ini belum memiliki Sistem Informasi Personalia / Kepegawaian yang terpadu, terintegrasi dan dapat mengelola data serta menghasilkan suatu informasi kepegawaian yang mudah dan sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan data masih menggunakan sistem manual dan file based dimana pengelolaan serta penyajian informasi masih sangat sederhana yang pada dasarnya hanya merekam data, tetapi tidak dapat memanfaatkan data yang telah dimiliki tersebut 
Penelitian ini bertujuan untuk menghimpun dan menganalisis sistem informasi manajemen SDM yang ada pada Kabupaten Kotawaringin Barat dengan berorientasi pada aliran data yang menerapkan sebagian tahapan System Development Life Cycle (SDLC) dan membuat rancang bangun sistem informasi personalia daerah sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengelolaan kepegawaian, baik kebutuhan pegawai, perencanaan karir, penempatan maupun pengembangan kualitas pegawai Kabupaten Kotawaringin Barat. 
Ruang lingkup penelitian ini adalah : Sistem Informasi Personalia Daerah pada BKD Kabupaten Kotawaringin Barat, Sistem Informasi Personalia Daerah yang dibangun berupa prototype, proses pengambilan keputusan berdasarkan informasi dan aturan yang ada dalam Pegawai Negeri Sipil dan penggunaan Decision Support System dalam SIPERDA disini ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dalam pengelolaan PNS Struktural 
Penelitian dilaksanakan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah, pada bulan Januari hingga Mei 2004. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, yang menjadi pertimbangan utama dalam hal ini adalah studi kelayakan baik secara organisasi (manajerial), teknis, maupun operasional. Pengumpulan informasi dilakukan dengan cara konsultasi dan wawancara dengan pegawai dan pejabat yang berkaitan langsung dengan pengelolaan dan pengurusan kepegawaian. Selain itu juga menggunakan data sekunder yang dapat mendukung dan berhubungan dengan obyek penelitian. 
Alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Flowchart Diagram, Data Flow Diagram dan Entity Relationship Diagram. Sedangkan pembuatan rancang bangun prototype SIPERDA menggunakan software Ms. SQL Server 2000, Visual Basic 6.0, Adobe Photoshop 7, Crystal Report 8.5, Dreamweaver MX 6.0 dan Namo Web Editor 5.0. 
Pembangunan dan pengembangan SIPERDA bertujuan untuk mempermudah proses pegelolaan dan pengolahan data kepegawaian serta menyajikan informasi kepegawaian secara mudah, relevan, lengkap, tepat waktu, akurat, proporsional dan sesuai dengan kebutuhan user. Berdasarkan investigasi yang dilakukan diperoleh gambaran, antara lain : 1). Secara organisasi, organisasi belum memandang penting tentang perlunya pengelolaan dan pengolahan data pegawai, hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya jumlah personil yang mengelola di bidang pengolahan data, sementara pengelolaan dan pengolahan data masih dilakukan secara manual, 2). Secara teknis dapat dikatakan perangkat keras (hardware) yang tersedia belum mencukupi. Software yang tersedia dapat dikatakan belum dapat mendukung pengembangan sistem informasi personalia secara optimal, karena software yang ada hanya berupa software sistem operasi, sistem aplikasi dan sistem utilitas. Sedangkan software bahasa pemrograman belum ada sama sekali terdapat didalamnya, 3). Secara operasional, terdapat beberapa kendala utama dalam pengelolaan dan pengolahan data serta informasi kepegawaian, yaitu kemampuan teknologi dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang tidak seimbang. Keterbatasan sumber daya manusia, khususnya berkenaan dengan aspek kualitatif, meliputi pengetahuan dan keterampilan, serta persepsi dan sikap terhadap teknologi informasi yang ada. 
Pengembangan teknologi informasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan user centered. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, diketahui kebutuhan user terhadap SIPERDA antara lain : memiliki sifat yang dinamis, memiliki format yang sama ditingkat Kabupaten maupun Instansi, menyajikan informasi yang lengkap tentang data-data yang dimiliki PNS dari sejak masuk (awal berkarir) hingga keadaan terakhir, dapat diaplikasikan pada hardware yang dimiliki oleh Dinas / Instansi dan dapat dioperasikan dengan mudah serta murah, selain berfungsi sebagai tools untuk pengelolaan data kepegawaian juga berfungsi sebagai informasi tentang aturan-aturan kepegawaian serta dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja PNS, mempermudah pengelolaan dan pengolahan data serta perencanaan kepegawaian. 
Badan Kepegawaian Daerah adalah perangkat daerah yang melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil. Manajemen PNS Daerah adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian. Sistem informasi personalia atau SIM-PEG dapat dikembangkan untuk membantu kegiatan personalia dan unit-unit organsasi, baik dalam hal perencanaan SDM maupun pelaksanaan tugas dan fungsinya. Sistem informasi kepegawaian sebagai sebuah paket aplikasi kepegawaian dirancang sesuai kebutuhan yang ada hubungannya dengan informasi kepegawaian Pemerintah Daerah. Informasi kepegawaian tersebut berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan solusi penataan manajemen pegawai yang efektif, efisien dan modern, yang sangat dibutuhkan dalam pengelolaan manajemen pegawai yang profesional. SIPERDA adalah suatu sistem yang terdiri dari software dan hardware yang dirancang untuk menyimpan dan memproses semua informasi pegawai. Aplikasi Sistem Informasi Personalia ini mempunyai peranan penting dalam menyiapkan Sumber Daya Aparat secara efektif dan efisien melalui tersedianya informasi personalia yang cepat, lengkap, dan akurat. 
Hasil dari penelitian ini berupa prototype SIPERDA yang dapat menampilkan informasi / laporan kepegawaian sesuai kebutuhan yang pada umumnya terdapat dalam sistem kepegawaian PNS antara lain : Daftar Urut Kepangkatan (DUK), Data Nominatif dan Bezzeting, Biodata Pegawai, Kenaikan Pangkat Reguler, Waktu Kenaikan Gaji Berkala, Waktu Pensiun dan informasi kepegawaian berdasarkan klasifikasi tertentu ( Nama, NIP, Tanggal dan Tempat Lahir, Agama, Jenis Kelamin, Golongan Darah, Golongan/Pangkat, Jabatan, Eselon, Instansi, Jenjang dan Spesialisasi Pendidikan, Status Kepegawaian dan Diklat Struktural). Selain itu di dalamnya terdapat juga program Decision Support System untuk rekrutmen PNS, Penempatan PNS, Kenaikan Pangkat, Penentuan Diklat (Prajabatan, Struktural dan Teknis/Fungsional), Penentuan Jabatan dan Penentuan PNS untuk mengikuti Tugas Belajar. Decision Support System ini berfungsi untuk membantu para pengambil keputusan dalam melakukan manajemen dan perencanaan PNS, dengan demikian pengambilan keputusan tidak lagi ditunjang hanya oleh intuisi pimpinan (management) melainkan juga ditunjang oleh hasil analisis dari kumpulan data dan model yang ada.
Human Resource Information System Build Design(Case Study at Human Resource Department of Kotawaringin Barat Local Government) 
Oleh : Haryo Prabowo, MB-IPB


segala tentang sistem informasi manajemen.....
visit : http://www.sim.kuliahbersama.com


PENDAHULUAN

Di era globalisasi saat ini teknologi informasi berkembang semakin cepat. teknologi informasi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas bagi manusia. Sebagai contoh semakin berkembangnya sistem informasi sehingga memudahkan manusia untuk memperoleh informasi tersebut dimanapun ia berada. Jika dulu kita harus mendapatkan informasi di tempat dan waktu tertentu, maka sekarang tidak perlu seperti itu lagi. Kita bisa memperoleh informasi dimana saja dan kapan saja berkat adanya sistem informasi.
Sehingga saat ini para developer mengembangkan sistem informasi dengan interface dan penggunaan yang mudah dipahami bagi orang pada umumnya. Dulu sistem informasi hanya digunakan oleh orang – orang tertentu, namun sekarang masyarakat umum dapat menggunakan sistem informasi untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan. Hampir semua informasi sekarang ini dikemas dalam bentuk sistem informasi yang kemudian dikembangkan menjadi sistem informasi berbasis komputer atau disingkat dengan SIBK.
Seperti contoh sistem informasi perpustakaan, dimana para peminjam dapat mencari buku dengan menggunakan sistem informasi tersebut. Selain itu karyawan dapat dengan mudah memanajemen peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan. Masih banyak sistem informasi yang lainnya yaitu mulai dari sistem informasi toko, sistem informasi akademik, hingga sistem informasi rumah sakit dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitasnya.

LANDASAN TEORI

Sistem informasi perpustakaan ini merupakan sistem informasi yang menyimpan berbagai hal tentang informasi-informasi yan terdapat dalam perpustakaan. Sistem informasi ini digunakan oleh para pengunjung, karyawan dan admin. Informasi-informasi itu mulai dari data buku, pengarang, peminjam dan lain-lain. Sehingga dalam prosesnya dapat membantu manajemen perpustakaan.
Dalam pembuatan sistem informasi perpustakaan dibutuhkan beberapa perangkat lunak, antara lain:

1. XAMPP
XAMPP adalah sebuah paket web server yang gratis dan open source cross platform yang di dalamnya terdapat Apache HTTP Server, MySQL Database.

2. PHP maker
PHPmaker adalah suatu tool yang berguna untuk meng-generate query atau proses-proses utama dalam pembentukan sistem informasi.

segala tentang sistem informasi manajemen.....
visit : http://www.sim.kuliahbersama.com